Anak Muda Makin Apatis! Demokrasi Diambang Krisis Saat Generasi Z Pilih Diam
Jakarta – Di era media sosial, di mana suara bisa didengar dalam hitungan detik, justru suara anak muda tentang nasib bangsa makin pelan terdengar.
Generasi Z—yang digadang-gadang sebagai agen perubahan—perlahan berubah menjadi generasi diam.
Tak lagi turun ke jalan. Tak lagi ramai di TPS. Tak lagi bicara soal keadilan sosial.
Lalu, apa yang terjadi?
Fenomena Meningkatnya Apatisme Politik di Kalangan Gen Z
Data dari berbagai survei menunjukkan tren yang mengkhawatirkan:
-
Lebih dari 40% anak muda tak tertarik memilih dalam pemilu
-
Sebagian besar merasa suara mereka tidak berdampak
-
Banyak yang tidak tahu nama anggota dewan atau visi misi calon pemimpin
Ini bukan sekadar tidak peduli. Ini adalah sinyal krisis demokrasi.
Mengapa Anak Muda Menjauh dari Demokrasi?
Beberapa alasan yang sering diungkap Gen Z:
-
Muak dengan politik kotor dan korupsi
-
Tidak percaya pada institusi negara
-
Merasa perubahan tidak pernah nyata
-
Terjebak dalam rutinitas, tuntutan ekonomi, dan distraksi digital
“Ngapain peduli politik? Toh akhirnya yang menang itu-itu juga,” ujar Ardi, mahasiswa semester akhir di Bandung.
Kalimat yang terdengar sepele itu kini jadi kenyataan menyakitkan. Demokrasi kehilangan darah segarnya—anak muda.
Ironi di Balik Kemajuan Digital
Di saat anak muda sangat aktif di TikTok, Instagram, dan X (Twitter), isu-isu demokrasi justru sepi gaung.
Topik yang trending: drama selebriti, challenge absurd, gosip, dan hal-hal ringan lainnya.
Tapi ketika ada isu HAM, kebijakan publik, atau korupsi miliaran rupiah—hanya segelintir yang peduli.
Bagaimana bisa kita berharap perubahan, jika bahkan menyuarakan kebenaran pun malas dilakukan?
Demokrasi Butuh Partisipasi, Bukan Sekadar Selfie di TPS
Demokrasi sejatinya lahir dari partisipasi rakyat, terutama anak muda sebagai penentu masa depan.
Tapi jika kelompok ini memilih diam, maka:
-
Politik akan dikuasai elite lama
-
Kebijakan akan jauh dari realitas generasi sekarang
-
Negara akan kehilangan arah, karena suara muda tak lagi jadi kompas
Diam adalah sikap. Tapi dalam demokrasi, diam bisa berarti menyerah.
Benarkah Anak Muda Tak Peduli? Atau Mereka Hanya Bingung Arah?
Mungkin bukan sepenuhnya apatis. Banyak anak muda yang masih peduli, tapi tidak tahu harus mulai dari mana.
Mereka muak dengan politik formal. Tapi mereka belum paham bahwa perubahan tidak harus lewat kursi DPR—tapi bisa lewat suara kolektif di dunia nyata dan maya.
Saatnya Bangkit: Demokrasi Butuh Generasi Baru yang Berani Bicara
-
Bicara di kampus
-
Diskusi di komunitas
-
Posting konten sadar politik
-
Edukasi teman sekelas, adik, bahkan keluarga
-
Pilih pemimpin dengan visi, bukan hanya sensasi
Anak muda harus sadar bahwa mereka adalah kunci.
Karena jika tidak sekarang, kapan lagi?
Diamnya Anak Muda Adalah Ancaman Nyata Bagi Masa Depan Bangsa
Bangsa ini butuh lebih dari sekadar pemuda kreatif dan melek teknologi.
Bangsa ini butuh anak muda yang berani bersuara, kritis, dan aktif.
Jangan biarkan demokrasi mati perlahan hanya karena kita terlalu nyaman di balik layar.
Generasi Z bukan generasi apatis. Tapi generasi yang sedang tertidur. Saatnya bangun. Suara kalian penting.